JAKARTA- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai etika pejabat publik di Indonesia sudah lenyap. Salah satu buktinya, masih ada beberapa anggota DPR yang dinyatakan sebagai tersangka bahkan terpidana masih menerima gaji serta pensiun.
"Republik ini mengalami krisis etika publik dan etika politik. Seharusnya anggota DPR maupun pejabat negara yang dinyatakan sebagai tersangka atau terpidana mengembalikan uang gaji yang diterimanya,” ujar peneliti hukum ICW Adnan Topan Husodo, Rabu (12/10/2010).
Menurutnya, masih adanya anggota dewan yang berperkara hukum menerima gaji salah satunya karena lambannya proses administrasi di sekretariat DPR. Seharusnya, menurut Adnan, proses eksekusi gaji otomatis berlangsung jika perkara hukumnya tengah berjalan.
“Prinsipnya, uang yang dibayarkan untuk gaji anggota dewan dari pajak rakyat. Rakyat membayar mereka untuk menyerap aspirasi. Bila ada pelanggaran hukum, secara etis hak itu gugur karena mereka tak menjalankan amanah,” ungkapnya.
Beberapa nama anggota dewan yang tersangkut kasus hukum, yakni Panda Nababan, tersangka kasus cek pelawat pemilihan deputi gubernur senior BI. Lalu, ada nama yang sudah divonis, yakni Anggota Komisi II dari PPP Muhammad Izzul Islam dalam kasus tindak pidana pemalsuan ijazah dan telah divonis delapan bulan penjara dengan masa percobaan 18 bulan.
Serta anggota Komisi VIII dari Partai Demokrat As’ad Syam yang tersandung kasus korupsi proyek pembangunan jaringan pembangkit listrik tenaga diesel di daerah Muarojambi pada 2004.
Sementara, yang proses pengadilannya masih berjalan adalah anggota Komisi III dari PPP Achmad Dimyati Natakusumah. Anggota Badan Legislasi ini didakwa telah melakukan korupsi dana pinjaman daerah senilai Rp200 miliar.
Hingga kini, proses persidangan Dimyati masih berlangsung di Pengadilan Negeri Pandeglang. KPK juga menetapkan 26 nama tersangka yang semuanya eks legislator Komisi IX periode 1999-2004. Mereka diduga menerima suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004.(ful)